Stasiun Gambir – Stasiun Dengan Nilai Sejarah
Table of Contents
Detail Informasi Stasiun Gambir
Stasiun Gambir (GMR) adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A yang terletak di Kelurahan Gambir, Gambir, Jakarta Pusat, tepatnya di sebelah timur Monumen Nasional (Monas), serta terhubung dengan akses jalan menuju Monas.
Stasiun yang terletak pada ketinggian +16 meter ini termasuk ke dalam Daerah Operasi 1 Jakarta. Lokasi stasiun juga terletak di sebelah barat Gedung Kwartir Nasional Pramuka serta Gereja Immanuel Gambir.
Pada masa Hindia Belanda, nama stasiun ini adalah Stasiun Weltevreden, yang kemudian berganti nama menjadi Stasiun Batavia Koningsplein setelah dilakukan perbaikan pada dasawarsa 1930-an.
Pada dasawarsa 1950-an, nama stasiun ini kembali mengalami perubahan menjadi Stasiun Gambir dan kemudian dilakukan perbaikan besar-besaran menjadi stasiun jalur layang pada tahun 1988 hingga tahun 1992.
Stasiun Gambir adalah stasiun terminus bagi kereta api kelas eksekutif dan sebagian kecil kelas campuran (KA Argo Parahyangan dan Argo Cheribon) dari wilayah Jabodetabek menuju ke berbagai jurusan di Jawa.
Stasiun ini tidak melayani pemberhentian KRL Commuter Line sejak pertengahan tahun 2012,sedangkan untuk sebagian kereta api kelas campuran dan kelas ekonomi, serta sebagian perjalanan KRL Commuter Line dilayani di Stasiun Pasar Senen. Di Stasiun Gambir tersedia layanan bus DAMRI, salah satu rute yang dimilikinya yaitu menuju Bandara Soekarno-Hatta.
Sejarah Stasiun Gambir
Stasiun atas tanah (1884–1992)
Stasiun ini merupakan stasiun kereta api yang terletak di ruas pertama jalur kereta api Batavia–Buitenzorg yang diresmikan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), yaitu ruas Batavia–Weltevreden.
Pada awalnya, stasiun ini diperkirakan merupakan stasiun kecil (halte) yang diresmikan pada 15 September 1871, bersamaan dengan pembukaan ruas pertama jalur tersebut. Halte ini dulu sangat kecil dan sederhana.
Perhentian ini kemudian digantikan dengan Stasiun Weltevreden yang lebih menetap, dibuka pada 4 Oktober 1884 di tempat Stasiun Gambir kini berada.Sampai tahun 1906, stasiun ini merupakan stasiun pemberangkatan untuk tujuan Bandung dan Surabaya.
Pada bangunan stasiun ini mempunyai atap yang bertumpu pada bantalan besi cor menurut rancangan Staatsspoorwegen (SS), demikian keterangan pada tahun 1881. NIS hingga saat itu tidak menempatkan atap-atap jenis tersebut, sementara SS telah menempatkannya di beberapa tempat.
Pada tahun 1928, setelah pengambilalihan SS pada tahun 1913, stasiun tersebut diperbesar dan pada satu tahun kemudian mengalami perubahan besar-besaran sehingga memiliki gaya bangunan Art Deco. Atap penutup diperpanjang pada tahun 1928 hingga ke sisi utara sepanjang 55 meter.
Pada 16 November 1937, stasiun tersebut diresmikan sebagai Stasiun Batavia Koningsplein dan nama stasiun pun kemudian diubah menjadi Stasiun Gambir per tahun 1950.
Stasiun ini tidak mengalami perubahan bentuk setelah kemerdekaan Indonesia hingga pada pertengahan dasawarsa 1980-an.
Jalur layang dan masa depan (1992-sekarang)
Pada Februari 1988, bersamaan dengan pembangunan jalur layang Jakarta Kota–Manggarai, stasiun lama yang berlanggam Art Deco peninggalan Hindia Belanda dibongkar dan diganti dengan bangunan baru yang masih ada hingga saat ini.
Pada 5 Juni 1992, Presiden Soeharto beserta ibu negara Siti Hartinah dan jajaran pemerintahan meresmikan Stasiun Gambir baru dengan menaiki KRL dari Stasiun Gambir menuju Stasiun Jakarta Kota. Terdapat 4 jalur di Stasiun Gambir saat sudah menjadi jalur layang, dan bangunan stasiun ini sepenuhnya modern dengan sentuhan panel berwarna hijau pupus yang sampai hari ini masih dipertahankan.
Warna cat tidak mengalami perubahan, hanya tiang peron saja yang mengalami pewarnaan ulang menjadi hijau lumut. Proyek ini telah menghabiskan dana sebesar Rp432,5 miliar rupiah dan belum sepenuhnya selesai pada saat diresmikan, hingga akhirnya bisa beroperasi penuh setahun kemudian.
Setelah pembangunan stasiun layang selesai, jalur kereta di bawah mulai dicabut dan kawasan yang pada awalnya merupakan emplasemen Stasiun Gambir lama sudah beralih menjadi halaman parkir mobil mulai tahun 1994.
Berdasarkan rencana induk yang dibuat oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, stasiun ini direncanakan untuk digunakan sebagai stasiun khusus pemberhentian KRL saja.
Rencana induk tersebut kembali muncul ketika Stasiun Manggarai direncanakan untuk digunakan sebagai stasiun pemberhentian akhir kereta api penumpang non-KRL, yang bertujuan untuk mengurangi kepadatan antrean kereta api penumpang di jalur layang yang terkadang mengganggu perjalanan KRL Commuter Line.
Sebagai akibat dari rencana tersebut, maka Kemenhub memutuskan untuk memisahkan jalur kereta api non-KRL dan KRL Commuter Line setelah pembangunan stasiun tersebut selesai.
Dengan selesainya pembangunan stasiun tersebut sebagai stasiun sentral, nantinya semua kereta penumpang jarak jauh/menengah yang memiliki stasiun ujung di Stasiun Gambir akan dipindahkan ke Stasiun Manggarai.
Mulai Februari 2022 sistem persinyalan elektrik lama produksi Siemens tipe SSI di sepanjang jalur layang tersebut sudah digantikan dengan yang terbaru produksi PT Len Industri.
Bangunan dan tata letak
Suasana Stasiun Gambir pada tahun 1986, sebelum dilakukan pembangunan ulang menjadi stasiun jalur layang. Stasiun Gambir memiliki empat jalur kereta api, dengan jalur 2 dan 3 merupakan sepur lurus.
Pasca Lebaran tahun 2012, stasiun ini tidak lagi dijadikan sebagai stasiun pemberhentian bagi KRL Commuter Line, tetapi dialihkan ke stasiun terdekatnya, yaitu Stasiun Gondangdia dan Stasiun Juanda.[4]
Stasiun ini terdiri dari tiga tingkat. Aula utama, loket, restoran, toko, serta mesin ATM terdapat pada tingkat pertama. Tingkat kedua adalah ruang tunggu dengan beberapa restoran cepat saji dan kafetaria, sedangkan peron dan jalur kereta berada pada tingkat ketiga.
Karena stasiun ini termasuk stasiun besar, maka pengumuman diberitahukan dengan menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan Inggris.
Saat Ignasius Jonan menjabat sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia, sempat direncanakan untuk membuat sebuah restoran dengan menggunakan unit kereta asli di area parkiran Stasiun Gambir. Calon rel pun sudah selesai dipasang, dan rencananya akan menggunakan unit bekas KRL Rheostatik angkatan tahun 1978 dari Stasiun Purwakarta sebagai restorannya.
Calon unit KRL Rheostatik yang akan dipakai ini sempat dipisahkan dengan tumpukan-tumpukan KRL afkir lainnya dan disimpan di dalam depo lokomotif Purwakarta, karena rencananya akan dibawa ke Stasiun Gambir. Namun rencana restoran ini tidak pernah terealisasikan, hanya relnya saja yang sempat dipasang.
Calon unit KRL Rheostatik yang sudah disimpan di dalam depo lokomotif Purwakarta pun juga tidak pernah dibawa kesini, dan berakhir dirucat seperti unit-unit KRL Rheostatik afkir lainnya. Bekas calon rel untuk restoran ini masih terlihat pada tahun 2018, hingga akhirnya dibongkar pada suatu waktu.
Ciri khas
Stasiun Gambir memiliki ciri khas berupa bel bersuara lagu instrumental “Kicir-Kicir” yang sering diputar pada setiap kedatangan KA penumpang jarak jauh dan menengah.
Layanan Kereta Api ke Stasiun Gambir
Jalur Lintas Utara Jawa
Nama Kereta api | Tujuan akhir | Kelas | Keterangan |
Argo Bromo Anggrek | Surabaya Pasarturi | Eksekutif | Layanan kelas Luxury |
Gambir | |||
Sembrani (reguler & tambahan) | Surabaya Pasarturi | Eksekutif | Layanan kelas Luxury untuk KA reguler |
Gambir | |||
Argo Muria | Semarang Tawang | Eksekutif | – |
Gambir | |||
Argo Sindoro | Semarang Tawang | Eksekutif | – |
Gambir | |||
Argo Cheribon | Tegal Cirebon | ||
Eksekutif & Ekonomi New Image | Jadwal terbatas | ||
Gambir | |||
Argo Cheribon Tambahan | Cirebon | Eksekutif | Beroperasi terbatas |
(rangkaian idle Sembrani Tambahan) | Gambir | ||
Argo Cheribon | Cirebon | Eksekutif & Bisnis | Beroperasi terbatas |
(rangkaian idle Ranggajati) | Gambir |
Jalur Lintas Tengah Jawa
Nama Kereta api | Stasiun akhir | Kelas | Keterangan |
Brawijaya | Malang | Eksekutif | lewat Semarang, Solo |
Gambir |
Jalur Lintas Selatan Jawa
Nama Kereta api | Tujuan akhir | Kelas | Keterangan |
Argo Parahyangan (reguler & tambahan) | Bandung Kiaracondong | Eksekutif | Jadwal terbatas |
Gambir | (rangkaian idle Argo Wilis, Turangga, Gajayana) | ||
Argo Parahyangan (reguler & tambahan) | Bandung | Eksekutif & Ekonomi Premium | Jadwal terbatas |
Gambir | |||
Pangandaran | Banjar | Eksekutif & Ekonomi Premium | Dihentikan sementara |
Gambir | |||
Purwojaya | Cilacap | Eksekutif | lewat Kroya, Gumilir |
Gambir | |||
Taksaka (reguler & tambahan) | Yogyakarta | Eksekutif | Layanan kelas Luxury untuk KA reguler |
Gambir | |||
Argo Lawu (reguler & tambahan) | Solo Balapan | Eksekutif | Layanan kelas Luxury untuk KA reguler |
Gambir | |||
Argo Dwipangga (reguler & tambahan) | Solo Balapan | Eksekutif | Layanan kelas Luxury untuk KA reguler |
Gambir | |||
Bima | Surabaya Gubeng | Eksekutif | – |
Gambir | |||
Gajayana | Malang | Eksekutif | Layanan kelas Luxury untuk KA reguler |
Gambir |
Transportasi Pendukung
Jenis angkutan umum Trayek Tujuan
BRT Transjakarta 2 Harmoni-Pulo Gadung 1 (di halte Gambir 1 dan Gambir 2)
2A Rawa Buaya-Pulo Gadung 1 (di halte Gambir 1 dan Gambir 2)
2D Kalideres-ASMI (di halte Gambir 1 dan Gambir 2)
5C Monas-PGC 1 (di halte Gambir 2)
7F Kampung Rambutan-Harmoni (di halte Gambir 1 dan Gambir 2)
Bus kota Transjakarta 6H Terminal Pasar Senen-Lebak Bulus (di halte Gambir 1)
1P Terminal Pasar Senen-Bundaran Senayan
2P Terminal Pasar Senen-Stasiun Gondangdia
2Q Balai Kota DKI Jakarta-Stasiun Gondangdia
Mikrotrans Transjakarta JAK 10B Stasiun Cikini-Stasiun Gondangdia (via Kramat Raya–Kwitang)
DAMRI Bandara Soekarno-Hatta Stasiun Gambir–Bandara Soekarno-Hatta
DAMRI (JR Connexion) Stasiun Gambir–Halte Kemang Pratama
Google Maps Stasiun Gambir
Video Youtube
Comments
comments